Model Pembelajaran dan Penilaian Otentik dalam Pembelajaran Matematika Kurikulum 2013

Hakikat matematika sebagai ilmu abstrak bagi kebanyakan siswa masih dianggap sebagai hal yang menakutkan. Begitu pula bagi para guru tidak mudah untuk menemukan strategi, model, pendekatan, metode, teknik pembelajaran yang tepat agar siswa dapat tertarik, mudah memahami, serta terampil dalam mempelajari matematika.

Strategi pembelajaran merupakan taktik yang digunakan guru agar pembelajaran terlaksana secara tepat sasaran. Strategi pembelajaran secara aplikatif dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu strategi langsung dan strategi tidak langsung. Strategi mana yang digunakan sehingga pelaksanaan pembelajaran dapat tepat sasaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai sangat tergantung pada keahlian guru. Agar siswa lebih cepat memahami materi biasanya digunakan strategi langsung. Sedangkan strategi tidak langsung
jenis kegiatannya tidak langsung menyentuh materi pembelajaran (Abidin : 2014). Dalam pembelajaran matematika strategi mana yang dipilih, guru harus jeli untuk menentukan yang dapat disesuaikan dengan materi yang akan dibahas. Demikian pula model pembelajaran yang akan dipilih.

Dalam konteks Kurikulum 2013 ada 5 model pembelajaran yang merupakan model inti. Pelaksanaan model pembelajaran mana yang akan dipilih dan diorientasikan agar siswa dapat mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilannya dalam proses pembelajaran yang aktif kreatif, mengembangkan kemampuan kritis, dan terampil berkomunikasi maka para guru memegang peranan yang penting. Kelima model pembelajaran tersebut adalah Model Pembelajaran Proses Saintifik, Model Pembelajaran Integratif Berdiferensiasi, ModelPembelajaran Multiliterasi, Model Pembelajaran Multisensori, dan Model Pembelajaran Kooperatif. (Abidin, 2014). Penjelasannya adalah sebagai berikut.
1.       Model Pembelajaran Proses Saintifik
Dalam praktek pembelajaran, siswa menggunakan langkah-langkah penerapan metode ilmiah yaitu merumuskan masalah, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, mengolah dan menganalisis data, serta membuat kesimpulan.
Tidak semua materi dalam matematika bisa diterapkan model pembelajaran ini karena model pembelajaran proses saintifik sebagai proses pembelajaran untuk memecahkan masalah yang membutuhkan perencanaan yang matang, pengumpulan data yang cermat, juga analisis yang teliti untuk menghasilkan kesimpulan. Siswa perlu dibina kepekaannya terhadap fenomena. Karakter keilmuan dari setiap materi pelajaran tidak sama, demikian pula untuk mata pelajaran matematika langkah-langkah dalam pendekatan ilmiah ada perbedaan. Untuk mata pelajaran matematika langkah-langkahnya adalah mengamati (mengamati fakta matematika), menanya (berfikir divergen), mengumpulkan informasi (mencoba, mengaitkan teorema), mengasosiasi (memperluas konsep, membuktikan), mengkomunikasikan (menyimpulkan dan mengaitkan dengan konsep baru).
a.      Mengamati
Pengamatan fakta matematika dapat dibedakan menjadi dua yaitu 1) pengamatan nyata fenomena alam atau lingkungan dan 2) pengamatan obyek atematika (Kemendikbud, 2014).
Pengamatan nyata fenomena alam atau lingkungan dalam mata pelajaran matematika digunakan dalam membahas materi tingkat dasar, pengamatan seperti ini cocok untuk pemahaman konsep yang akan diturunkan dari suatu proses induktif. Pengenalan konsep dengan proses induktif adalah dari hal-hal yang khusus atau dari contoh-contoh ke hal yang umum. Misalnya dalam membahas materi volume, untuk menemukan volume bola dapat dilakukan pengukuran dengan menghubungkan volume kerucut dengan volume setengah bola. Siswa melakukan percobaan dan pengamatan secara langsung terhadap obyek bendanya. Tetapi untuk sekolah menengah pada kelas tinggi tidak cukup pembuktian secara induktif perlu dibuktikan dengan pemahaman melalui proses deduktif.
b.      Menanya
Kelemahan dari proses menghafal jika tidak disertai dengan pemahaman yang mendalam, banyak siswa yang gagal menyelesaikan suatu masalah matematika jika soal matematika diubah sedikit saja. Para guru seharusnya sadar kenyataan ini bahwa kegagalan siswa bisa disebabkan karena siswa terbiasa menghafal algoritma atau prosedur tertentu tanpa ditekankan paham prosesnya. Untuk itu perlunya dibangkitkan pemikiran yang divergen, pemikiran divergen dapat ditimbulkan adanya pertanyaan. Perlunya pertanyaan pancingan. Apabila dengan suatu pertanyaan siswa belum bisa menjawab maka guru tidak diperkenankan memberitahu jawaban.
c.       Mengumpulkan informasi
Pengertian mengumpulkan informasi dalam pelajaran matematika tidak harus benda konkret yang dikumpulkan. Informasi dapat berupa konsep-konsep, teorema atau sifat-sifat yang mendukung. Jadi informasi tidak harus hasil percoban atau hasil pengamatan.
d.      Mengasoisiasi (memperluas konsep, membuktikan)
Pengertian asosiasi dapat bermakna penalaran atau akibat (reasoning) (Kemendikbud: 2014). Bisa penalaran induktif (dari hal yang khusus ke hal yang umum) atau penalaran deduktif (dari hal yang umum ke hal yang khusus).
e.      Mengkomunikasikan
Secara sempit pengertian mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai menunjukkan atau membuktikan yang dituangkan dalam bahasa tulis (presentasi). Secara luas menyimpulkan dapat diartikan pengaitan dengan materi lain. Pengaitan bisa vertikal (matematika vertikal), bisa horizontal (matematika horizontal). Matematika vertikal misalnya mengaitkan konsep dalam matematika itu sendiri, sedangkan matematika horizontal misalnya mengaitkan konsep yang diperoleh dengan dunia nyata. (Kemendikbud: 2014).
2.      Model Pembelajaran Integratif Berdiferensiasi
Merupakan model pembelajaran yang menghubungkan berbagai disiplin ilmu dan dikemas berdasarkan perbedaan siswa. Dalam model ini metode yang harus dikuasai guru adalah pembelajaran berbasis masalah atau pembelajaran berbasis proyek.Dalam Kemendikbud: 2014 dijelaskan bahwa Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning / PBL) merupakan metode pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media.Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar. Dengan langkah-langkah penentuan pertanyaan mendasar, mendesain pertanyaan proyek, menyusun jadwal, memonitor peserta didik dan kemajuan proyek, menguji hasil, mengevaluasi pengalaman.
3.      Model Pembelajaran Multiliterasi
Dalam meningkatkan pemahaman, keterampilan, dan sikap dari berbagai disiplin ilmu Model Pembelajaran Multiliterasi mengoptimalkan konsep literasi berbahasa yang meliputi kegiatan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Misalnya untuk sekolah tingkat dasar atau menengah
terdapat soal-soal bentuk cerita. Untuk menyelesaikan soal-soal bentuk cerita perlunya memahami soal yaitu paham apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan, menyusun kalimat matematika dan menyelesaikan kalimat matematikanya.
4.      Model Pembelajaran Multisensori
Dalam memahami materi model pembelajaran ini mengoptimalkan panca indera, baik indera penglihatan, pendengaran, pembau, pengecap dan peraba. Dalam pembelajaran matematika tidak semua materi dapat diperagakan dengan benda konkret. Jadi penggunaan ke lima indera ini tidak harus bersama-sama.
5.      Model Pembelajaran Kooperatif
Siswa dalam belajar dengan model pembelajaran kooperatif ini penekanannya adalah kerja sama. Untuk ini diperlukan pembagian tugas yang jelas. MIsalnya pembagian tugas antar kelompok. Dalam Kurikulum 2013 Model Pembelajaran Kooperatif menjadi wadah bagi model-model yang lain.

 Penilaian Otentik dalam Pembelajaran Matematika


Penilaian dilaksanakan dengan memadukan 3 aspek: pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian penguasaan pengetahuan dapat dalam wujud UAS, UTS, kuis, Pekerjaan Rumah, dokumen atau laporan. Penilaian kecakapan (skill) misalnya penguasaan siswa terhadap pemakaian alat bantu pembelajaran baik software ataupun hardware. Sedangkan penilaian sikap dititikberatkan pada penguasaan softskill, misalnya partisipasi dan keaktifan dalam diskusi, kemampuan kerjasama dalam team, dan kehadiran
dalam pembelajaran. (Kemendikbud: 2014).
Penilaian pembelajaran dengan PBL (Problem Based Learning) atau pembelajaran berbasis masalah dapat dilakukan dengan evaluasi diri (self- assesment) dan peer-assesment.
Self-assesment merupakan penilaian yang dilakukan oleh pebelajar sendiri terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya. Sedangkan peer-assesment adalah penilaian dimana pebelajar berdiskusi untuk memberikan penilaian terhadap upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukannya sendiri maupun oleh teman dalam kelompoknya.
Penilaian yang relevan dalam PBL antara lain : penilaian kinerja peserta didik, penilaian portofolio peserta didik, penilaian potensi belajar, penilaian usaha kelompok. 
Penilaian diri (self-assasment) dimana pebelajar diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajari dalam mata pelajaran yang ditempuh. Penggunaan teknik penilaian diri ini dapat berdampak positif terhadap perkembangan kepribadian seseorang dalam hal ini pebelajar, antara lain sebagai berikut.
  • Oleh karena pebelajar diberi kepercayaan untuk menilai dirinya sendiri maka hal ini dapat menumbuhkan rasa percaya diri.
  • Pebelajar dapat instropeksi diri terhadap kekuatan dan kelemahannya.
  • Dapat melatih, mendorong, membiasakan pebelajar untuk berbuat jujur dan obyektif.
Penilaian pembelajaran dengan metode Pembelajaran Berbasis Proyek terhadap sikap, keterampilan, dan pengetahuan harus dilakukan secara menyeluruh.Penilaian ini dinamakan Penilaian Proyek.Dalam Kemendikbud (2014) dijelaskan bahwa penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu. Penilaian proyek pada mata pelajaran tertentu digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan penyelidikan, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan menginformasikan terhadap peserta didik secara jelas. Tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam penilaian proyek adalah: kemampuan pengelolaan, relevansi, dan keaslian. Penilaian proyek dilakukan mulai perencanan, proses sampai hasil akhir. Pelaksanaan penilaian proyek dapat menggunakan alat/instrument penilaian berupa daftar cek atau skala penilaian.
Penilaian pembelajaran Discovery Learning dapat dilakukan dengan tes maupun non tes.Penilaian yang digunakan berupa penilaian kognitif, proses, sikap, penilaian hasil kerja siswa, Untuk aspek kognitif digunakan tes tertulis yang dapat berupa tulisan, mewarnai, menggambar dsb. Untuk penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa pelaksanaan penilaian dapat menggunakan form penilaian sikap, penilaian kinerja, penilaian hasil kerja siswa.


Sumber : 
  1. Kemendikbud.2014.Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Matematika SMA/SMK Tahun Ajaran 2014/2015. Jakarta
  2. Supinah; Widdiharto, Rahmadi. Pembelajaran Matematika dalam Implementasi Kurikulum 2013. 2015: 1-14.

Komentar

Postingan Populer