Landasan Pengembangan Kurikulum (bagian 1)

Mengingat kurikulum memiliki posisi yang strategis dalam kegiatan pendidikan, maka proses penyusunan kurikulum harus memiliki landasan yang kuat. Terdapat beberapa landasan utama dalam pengembangan suatu kurikulum menurut para ahli diantaranya:
  • Robert S. Zais mengemukakan empat landasan pengembangan kurikulum, yaitu Philosopy and nature of knowledge, society and culture, the individual, dan learning theory. 
  • S. Nasution berpendapat dalam bukunya “Pengembangan Kurikulum” bahwa asas filosofis yang pada hakikatnya menentukan tujuan umum pendidikan, asas sosiologis yang memberikan dasar untuk menentukan apa yang akan dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kebudayaan, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, asas organisatoris yang memberikan dasar-dasar dalam bentuk bagaimana bahan pelajaran itu disusun, bagaimana luas dan urutannya dan asas psikologis yang memberikan prinsip-prinsip tentang perkembangan anak dalam berbagai aspek serta caranya belajar agar bahan yang disediakan dapat dicernakan dan dikuasai oleh anak sesuai dengan taraf perkembangannya. 
  • Nana Syaodih Sukmadinata berpendapat dalam bukunya “Pengembangan Kurikulum Teori Dan Praktik” bahwa keempat landasan itu yaitu landasan filosofis, psikologis, sosial budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Landasan yang digunakan dalam proses pengembangan kurikulum sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup, kultur, dan kebijakan politik yang dianut oleh negara tersebut. Namun secara umum berdasarkan pendapat para ahli yang telah disebutkan di atas, landasan-landasan yang digunakan dalam pengembangan kurikulum adalah landasan filosofis, psikologis, sosiologis, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).

Landasan Filosofis

Filsafat merupakan terjemahan dari bahasa Inggris phylosophy yang berasal dari bahasa Yunani "philien" yang berarti cinta (love)dan "sophia" yang berarti kebijaksanaan (wisdom). Jadi secara etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau love of wisdom (Redja Mudyahardjo, 2001:83). Menurut Socrates, filsafat adalah cara berpikir secara radikal, menyeluruh, dan mendalam atau cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya.
Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi atau rumusan yang didapatkan dari hasil berpikir secara mendalam, analisis, logis sistematis (filosofis) dalam merencanakan, melaksanakan, membina, dan mengembangkan kurikulum.
Klasifikasi Filsafat Pendidikan

Terdapat tiga sistem pemikiran filsafat yang sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya dan pendidikan di Indonesia pada khususnya, yaitu: filsafat idealisme, realisme, dan pragmatisme. 
  • Landasan Filosofis Pendidikan Idealisme
Filsafat idealisme memandang bahwa kenyataan atau realitas pada hakikatnya adalah bersifat spiritual daripada bersifat fisik, bersifat mental daripada material.
Menurut filsafat idealisme, tujuan pendidikan harus diupayakan dalam pembentuan karakter, pengembangan bakat, dan kebajikan sosial sesuai dengan hakikat kemanusiaan.
Isi kurikulum disusun untuk mengembangkan pola pikir siswa, menyiapkan keterampilan bekerja yang dilakukan melalui program dan proses pendidikan praktis.
Metode pendidikan yang dirancang adalah metode dialektis/dialogis, meskipun demikian setiap metode yang efektif mendorong belajar data diterima (eklektif) cenderung mengabaikan dasar-dasar fisiologis dalam belajar.
Implikasinya bagi pendidik adalah menciptakan suasana belajar yang kondusif dan pendidik harus memiliki kemampuan intelektual serta moral yang baik agar dapat dijadikan teladan bagi siswa.
  • Landasan Filosofis Pendidikan Realisme
Filsafat realisme berkebalikan dengan filsafat idealisme, filsafat realisme memandang bahwa dunia atau realitas bersifat materi.
Menurut filsafat realisme tujuan pendidikan lebih mengarah pada penyesuaian diri dengan lingkungan dan melaksanakan tanggungjawab sosial. Kurikulum harus dikembangkan secara komprehensif yang berisi pengetahuan sains, sosial, dan nilai-nilai.
Isi kurikulum lebih efektif diorganisasikan dalam bentuk mata pelajaran karena akan lebih berorientasi pada mata pelajaran(subject centered).
Metode pendidikan yang digunakan hendaknya didasarkan pada pengalaman, bersifat logis dan bertahap. Pembiasaan merupakan metode utama yang digunakan oleh panganut realisme.
Implikasinya bagi pendidik adalah pendidik sebagai pengelola pendidikan atau pembelajaran. Pendidik dituntut untuk menguasai tugas-tugas yang terkait dengan pembelajaran seperti metode, media, strategi, serta teknik pembelajaran. Sedangkan, peranan peserta didik adalah menguasai pengetahuan yang berubah-ubah, memiliki disiplin mental dan moral untuk setiap tingkat kebajikan.
  • Landasan Filosofis Pendidikan Pragmatisme
Menurut filsafat pragmatisme, kenyataan tidaklah mungkin dan tidak perlu. Kenyataan yang sebenarnya adalah kenyataan fisik, plural, dan berubah.
Tujuan pendidikan adalah mencari pengalaman untuk memecahkan permasalahan hidup. Tujuan pendidikan tidak memiliki batasan karena pendidikan tumbuh sepanjang hidup dimana proses rekonstruksi berjalan secara terus menerus.
Isi kurikulum harus memuat pengalaman-pengalaman yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.
Metode pendidikan yang digunakan adalah berpikir reflektif dan harus mengarah pada pemecahan masalah, penyeledikan, dan penemuan. Langkah-langkahnya meliputi penyadaran suatu masalah, observasi, perumusan dan elaborasi tentang kesimpulan, serta pengetesan melalui eksperimen.
Implikasinya bagi pendidik adalah membimbing dan mengawasi peserta didik untuk belajar tanpa harus terlalu mendikte siswa.

Landasan Psikologis

Landasan psikologis dalam pengembangan kurikulum berkaitan dengan perilaku manusia, dalam proses pendidikan peserta didik melakukan interaksi dengan lingkungannya. dalam proses pendidikan ini diharapkan terjadi proses pendewasaan baik fisik, mental, emosional, moral, intelektual, maupun sosial.
Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan diharapkan dapat membentuk tingkah laku peserta didik berupa kemampuan aktual maupun potensial serta kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang relatif lama.
pengembangan kurikulum harus dilandasi oleh asumsi-asumsi yang berasal dari psikologi yang meliputi kajian tentang apa dan bagaimana perkembangan peserta didik, serta bagaimana peserta didik belajar. Atas dasar itu terdapat dua cabang psikologi yang sangat penting diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
Psikologi Perkembangan

Menurut J. P. Chaplin (1979) psikologi perkembangan merupakan cabang dari psikologi yang mempelajari proses perkembangan individu, baik sebelum maupun setelah kelahiran berikut kematangan perilaku.
Rousseau mengemukakan bahwa anak harus belajar dari pengalaman langsung, campur tangan pendidikan tidak terlalu berpengaruh. Sedangkan, menurut John Locke dengan teori Tabularasa nya berpendapat bahwa anak merupakan kertas putih dimana orang-orang disekitarnya bebas menulis apapun di kertas tersebut. Hal ini berarti bahwa lingkungan lebih memengaruhi. Terdapat pandangan lain, yaitu William Stern yang menyebutkan bahwa perkembangan anak merupakan hasil dari perpaduan antara pembawaan dan lingkungan.
Pandangan tentang anak sebagai individu yang unik dan berbeda satu sama lain sangat berpengaruh pada pengembangan kurikulum pendidikan. Implikasinya terhadap pengembangan kurikulum yaitu:
  1. Setiap anak memiliki kesempatan untuk berkembang sesuai dengan minat, bakat dan kebutuhannya.
  2. Di sekolah terdapat pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat bakat siswa di samping mata pelajaran umum yang wajib dipelajari.
  3. Kurikulum menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan dan akademik.
  4. Kurikulum berisi tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan.
Implikasi psikologi perkembangan terhadap proses pembelajaran antara lain:
  1. Tujuan pembelajaran berfokus pada perubahan tingkah laku peserta didik.
  2. Materi yang diberikan harus sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhan siswa agar mudah diterima.
  3. Strategi pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
  4. Media yang digunakan hendaknya dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa.
  5. Sistem evaluasi berpadu dalam satu-kesatuan yang berkesinambungan dan dijalankan secara terus menerus.
Psikologi Belajar

Psikologi belajar merupakan suatu cabang ilmu yang mengkaji bagaimana individu belajar. Belajar diartikan sebagai perubahan tingkah laku kognitif, afektif, maupun psikomotor yang terjadi karena pengalaman. Terdapat 3 jenis teori belajar yang berkembang dan berpengaruh dalam pengembangan kurikulum di Indonesia pada khususnya, yaitu teori psikologi kognitif (kognitivisme), teori psikologi behaviouristik, dan teori psikologi humanistik.

  • Teori Psikologi Kognitif (Kognitivisme)
Aliran ini bersumber dari Psikologi Gestalt Field. Menurut mereka belajar adalah proses mengembangkan pemahaman baru atau mengubah pemahaman lama. Pemahaman terjadi apabila individu menemukan cara baru dalam menggunakan unsur-unsur yang ada di lingkungan, termasuk struktur tubuhnya sendiri. Gestalt Field melihat belajar merupakan perbuatan yang bertujuan, ekplorasi, imajinatif, dan kreatif. Belajar merupakan usaha untuk mengembangkan pemahaman tingkat tinggi. Pemahaman yang bermutu tinggi (tingkat tinggi) adalah pemahaman yang telah teruji, yang berisi kecakapan menggunakan suatu objek, fakta, proses, ataupun ide dalam berbagai situasi. Pemahaman tingkat tinggi memungkinkan seseorang bertindak cerdas, berwawasan luas, dan mampu memecahkan berbagai masalah.
Menurut teori ini cara belajar orang dewasa berbeda dengan cara belajar anak, dimana cara belajar orang dewasa lebih banyak melibatkan kemampuan kognitif yang lebih tinggi. Menurut Piaget (1954) cara-cara tertentu berpikir yang dipandang sederhana oleh orang dewasa tidak demikian sederhana dipandang oleh anak-anak. Untuk menjelaskan proses belajar harus mempertimbangkan proses kognisi (pengetahuan) yang turut ambil bagian selama proses belajar berlangsung. Teori ini juga menyatakan bahwa satu unsur yang paling penting dalam proses belajar adalah apa yang dibawa individu ke dalam situasi belajar, artinya segala sesuatu yang telah kita ketahui sangat menentukan keluasan pengetahuan dan informasi yang akan kita pelajari. Teori belajar kognitif memandang manusia sebagai pelajar yang yang aktif yang memprakarsai pengalaman, mencari dan mengolah informasi untuk memecahkan masalah, mengorganisasi apa-apa yang telah mereka ketahui untuk mencapai suatu pemahaman baru. Karena itu teori ini juga disebut teori pengolahan informasi.
Klik di sini  untuk membaca tentang psikologi kognitif lebih lanjut.
  • Teori Psikologi Behaviouristik
Teori belajar behavioristik teori ini berangkat dari asumsi bahwa anak atau individu tidak memiliki/membawa potensi apa-apa dari kelahirannya. Perkembangan anak ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari lingkungan. Belajar adalah perubahan tingkah laku yang dapat diamati dan menekankan pada pengaruh faktor eksternal pada diri individu.
Belajar atau pembentukan hubungan antara stimulus dan respons perlu dibantu dengan kondisi tertentu. Sebelum anak-anak masuk kelas misalnya dibunyikan bel, demikian setiap hari dan setiap pertukaran jam pelajaran. Peranan guru dalam proses belajar mengajar berdasarkan teori psikologi behavioristik adalah sebagai berikut:
  1. Mengidentifikasi perilaku yang dipelajari dan merumuskannya dalam rumusan yang spesifik.
  2. Mengidentifikasi perilaku yang diharapkan dari proses belajar. Bentuk-bentuk kompetensi yang diharapkan dalam bidang studi dijabarkan secara spesifik dalam tahap-tahap kecil. Penguasaan keterampilan melalui tahap-tahap ini sebagai tujuan yang akan dicapai dalam proses belajar.
  3. Mengidentifikasi reinforce yang memadai. Reinforce dapat berbentuk mata pelajaran, kegiatan belajar, perhatian dan pengharagaan, dan kegiatan-kegiatan yang dipilih siswa.
  4. Menghindarkan perilaku yang tidak diharapkan dengan jalan memperlemah pola perilaku yang dikehendaki.
  • Teori Psikologi Humanistik
Tokoh teori ini adalah Abraham H. Maslow dan Carl R. Roger. Teori ini berpandangan bahwa perilaku manusia itu ditentukan oleh dirinya sendiri, oleh faktor internal, dan bukan oleh faktor lingkungan. Manusia yang mencapai puncak perkembangannya adalah yang mampu mengaktualisasikan dirinya, mampu mengembangkan.
Carl R. Roger (Y. Suyitno, 2007:103) mengemukakan prinsip-prinsip belajar berdasarkan teori psikologi humanistik sebagai berikut:
  1. Manusia mempunyai dorongan untuk belajar, dorongan ingin tahu, melakukan eksplorasi dan mengasimilasi pengalaman baru.
  2. Belajar akan bermakna, apabila yang dipelajari itu relevan dengan kebutuhan anak.
  3. Belajar diperkuat dengan jalan mengurangi ancaman eksternal seperti hukuman, sikap merendahkan murid, mencemoohkan, dan sebagainya.
  4. Belajar dengan inisiatif sendiri akan melibatkan keseluruhan pribadi, baik intelektual maupun perasaan. Sikap berdiri sendiri, kreativitas dan percaya diri diperkuat dengan penilaian diri sendiri.
Guru berdasarkan psikologi humanistik harus mampu menerima siswa sebagai seorang yang memiliki potensi, minat, kebutuhan, harapan, dan mampu mengembangkan dirinya secara utuh dan bermakna. Teori ini juga memandang bahwa siswa adalah sumber belajar yang potensial bagi dirinya sendiri. Dengan demikian teori belajar ini lebih menekankan pada partisipasi aktif siswa dalam belajar.

Sumber : Repositori file UPI


Nantikan upload materi Landasan Pengembangan Kurikulum bagian 2 minggu depan 😊

Komentar

Postingan Populer