Inovasi Kurikulum dan Pembelajaran

Pengertian Inovasi Kurikulum dan Pembelajaran

Secara etimologi inovasi berasal dari kata latin innovaation yang berarti pembaharuan dan perubahan. Kata kerja innovo yang artinya memperbarui dan mengubah. Inovasi ialah suatu perubahan baru yang menuju ke arah perbaikan dan berencana (tidak secara kebetulan saja). (Idris, Lisma Jamal 1992 : 70).
Di dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Inovasi diartikan sebagai pemasukan satu pengenalan hal-hal yang baru; penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya, yang (gagasan, metode atau alat). Inovasi dapat diartikan sebagai sesuatu yang baru dalam situasi sosial tertentu yang digunakan untuk menjawab atau memecahkan suatu permasalahan. Dilihat dari bentuk atau wujudnya “sesuatu yang baru” itu dapat berupa ide,  gagasan,  benda atau mungkin tindakan. Sedangkan dilihat dari maknanya, sesuatu yang baru itu bisa benar-benar baru yang belum tercipta sebelumnya yang kemudian disebut dengan invantion, atau dapat juga tidak benar-benar baru sebab sebelumnya sudah ada dalam konteks sosial yang lain yang kemudian disebut dengan istilah discovery. Proses invantion, misalkan penerapan metode atau pendekatan pembelajaran yang benar-benar baru dan belum dilaksanakan dimanapun untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pembelajaran, sedangkan proses discovery misalkan penggunaan model pembelajaran inkuiri dalam pelajaran IPA untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran tersebut, yang sebenarnya model pembelajaran tersebut sudah dilaksanakan di negara-negara lain, atau pembelajaran melalaui jaringan internet.  Jadi, dengan demikian inovasi itu dapat terjadi melalui proses invation atau melalaui proses discovery.
Merujuk pada penjelasan di atas, maka inovasi kurikulum dan pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu ide, gagasan atau tindakan-tindakan tertentu dalam bidang kurikulum dan pembelajaran yang dianggap baru untuk memecahkan masalah pendidikan. 
Inovasi Kurikulum diharapkan membawa dampak terhadap kurikulum itu sendiri. Kurikulum hanyalah alat atau instrumen untuk mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran yang ditetapkan. Kurikulum bukan sebagai tujuan akhir. Seiring dengan perubahan masyarakat dan nilai-nilai budaya, serta perubahan kondisi dan perkembangan peserta didik, maka kurikulum juga mengalami perubahan. Perubahan tersebut adalah:
  1. Dari sisi bentuk dan organisasi inovasinya berupa perubahan dari kurikulum 1968 menjadi kurikulum 1975 dan kurikulum 1975 menjadi kurikulum 1975 yang disempurnakan dan dengan lahirnya Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan riasional maka terjadilah perubahan kurikulum pada tahun 1994.
  2. Dari sisi psikologi timbul masalah berkenaan dengan pendekatan belajar-mengajar yang baru, maka muncul berbagai inovasi seperti keterampilan proses, CBSA dan belajar tuntas.
  3. Dari sisi sosiologis timbul masalah berkenaan dengan tuntutan masyarakat modern yang semakin tinggi dan kompleks sehingga muncu1 inovasi berupa masuknya maka peajaran keterampi1an, adanyal kerja dan gagasan muatan lokal.
  4. Dari sisi penyampaian pengajaran, inovasi berupa sistem modul paket untuk pendidikan luar sekolah dan metode SAS (Struktural Analisis Sintesis) untuk belajar membaca Al-Quran.

Inovasi itu ada karena adanya  masalah yang dirasakan; hampir tidak mungkin inovasi muncul tanpa adanaya masalah yang dirasakan. Selain itu, definisi tentang inovasi Pendidikan ialah suatu perubahan yang baru dan kualitatif berbeda dari hal (yang ada) sebelumnya dan sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan (Suryobroto, 1990 : 127). Ada istilah yang menentukan (crucial) definisi ini yang perlu dijabarkan untuk memberikan pegangan bagi mereka yang akan meneliti, merencanakan, melaksanakan atau menilai inovasi dalam pendidikan.

Ciri-ciri Inovasi Kurikulum

Menurut Roggers, ciri-ciri suatu inovasi adalah sebagai berikut:
  1. Adanya keuntungan relatif (Relative Advantages), yaitu sejauh mana inovasi dianggap menguntungkan bagi penerimanya. Tingkat keuntungan atau kemanfaatan suatu inovasi dapat diukur berdasarkan nilai ekonomi, faktor status sosial (gengsi), kesenangan, kepuasan atau mempunyai komponen yang sangat penting makin menguntungkan bagi penerimaan makin cepat tersebarnya inovasi. Misalnya, pada saat sekolah memperkenalkan program Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dalam pembelajaran di sekolah, yang pertama dipikirkan oleh komunitas sekolah adalah apakah pendekatan pembelajaran tersebut memeliki keuntungan relatif dibandingkan dengan pola pembelajaran sebelumnya? Bila jawabannya, “ya”, maka bentuk inovasi yang ditawarkan akan dengan cepat direspon oleh para guru ataupun orangtua.
  2. Kompatibel (compatibility) dan adanya kesepahamanyaitu tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai, pengalaman lalu dan kebutuhan dari penerima. Inovasi yang tidak sesuai dengan nilai atau norma yang diyakini oleh penerima tidak akan diterima secepat inovasi yang sesuai dengan norma yang ada. Misalnya sekarang ini banyak bangunan sekolah dasar (SD) yang rusak, maka digulirkan program peduli sekolah dengan melibatkan semua potensi masyarakat termasuk pemnerintah dalam membangun gedung sekolah, apakah program tersebut sesuai dengan sistem nilai yang ada , terutama dengan budaya gotong-royong masyarakat kita?
  3. Memiliki Derajat Kompleksitas (complexity)yaitu tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan inovasi bagi penerimanya. Suatu inovasi yang mudah dimengerti dan mudah digunakan oleh penerima akan cepat tersebar, sedang inovasi yang sukar dimengerti atau sukar digunakan oleh penerima akan lambat proses penyebarannya. Misalnya, pada waktu akan diperkenalkan penelitian tindakan Kelas-PTK (classroom action research) sebagai upaya untuk meningkatkan mutu, apakah program tersebut memiliki tingkat kesulitan dan kompleksitas yang tinggi atau tidak dalam pelaksanaanya di sekolah? 
  4. Trialibilitas (trialibility)artinya sampai sejauh mana suatu inovasi dapat diujicobakan keandalan dan manfaatnya. Suatu hasil inovasi dapat dengan mudah diadopsi, manakala hal tersebut dapat dilihat dan diujicobakan melalui pengalaman lapangan. Misalnya pada saat ditawarkan pembelajaran kontekstual (Contextual Learning) di sekolah, maka guru akan melakukan praktik KBM yang bercirikan kontekstual tersebut, apakah mudah diadopsi, sehingga guru dapat dengan mudah mengujicobakannya di kelas masing-masing?
  5. Dapat diamati (observability)yaitu mudah tidaknya diamati suatu hasil inovasi. Suatu inovasi yang hasilnya mudah diamati akan makin cepat diterima oleh masyarakat. Misalnya seperti  pada saat dilakukan penggabungan sekolah (school merger), khususnya di SD, dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan pendidikan. 
Terdapat empat ciri utama inovasi, termasuk inovasi dalam pendidikan, antara lain sebagai berikut.
  1. Memiliki kekhasan/khusus Artinya, suatu inovasi memiliki ciri yang khas dalam arti ide, program, tatanan, sistem, termasuk kemungkinan hasil yang diharapkan. Ciri yang khusus berarti program inovasi dapat berdimensi makro atau luas dengan melibatkan banyak orang dengan rentang waktu yang relatif lama. Namun demikian, ciri khusus ini juga dapat berdimensi mikro atau cakupan kecil, sederhana dengan melibatkan orang yang terbatas dan dengan durasi waktu yang terbatas pula. Suatu inovasi bercirikan spesifik dalam arti suatu inovasi memunculkan kondisi khusus, dan bukan asal tersebar saja. Misalnya program guru kelas rangkap (multi-grade teachers), dianggap sebagai suatu inovasi karena program ini memilik ciri khusus dibanding dengan program sejenis yang ada.
  2. Memiliki ciri atau unsur kebaruan. Dalam arti suatu inovasi harus memiliki karakteristik sebagai buah karya dan buah pikir yang memiliki kadar orisinalitas dan kebaruan. Dengan demikian, inovasi merupakan suatu proses penemuan (invention). Baik berupa ide, gagasan, hasil, sistem, ataupun produk yang dihasilkan.
  3. Program inovasi dilaksanakan melalui program yang terencana. Dalam arti bahwa suatu inovasi dilakukan melalui suatu proses yang tidak tergesa-gesa, namun kegiatan inovasi dipersiapkan secara matang dengan program yang jelas dan direncanakan terlebih dahulu. Proses inovasi bukan suatu proses yang tiba-tiba dan tidak disengaja, tetapi tahapan yang harus dilaksanakannya.
  4. Inovasi yang digulirkan memiliki tujuan. Program inovasi yang dilakukan harus memiliki arah yang ingin dicapai, termasuk arah dan strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Suatu inovasi bukan asal digulirkan atau asal beda denga  program sebelumnya. Inovasi dilaksanakan karena ada tujuan yang ingin dicapai, termasuk tujuan untuk memperbaiki suatu keadaan.

Faktor Penghambat Inovasi Kurikulum

Terdapat enam faktor penghambat yang mempengaruhi keberhasilan usaha inovasi kurikulum antara lain adalah sebagai berikut.
  1. Perkiraan yang tidak tepat terhadap inovasi
  2. Konflik dan motivasi yang kurang sehat 
  3. Lemahnya berbagai faktor penunjang sehingga mengakibatkan tidak berkembangnya inovasi yang dihasilkan
  4. Keuangan (finacial) yang tidak terpenuhi
  5. Penolakan dari sekelompok tertentu atas hasil inovasi 
  6. Kurang adanya hubungan sosial dan publikasi
Ada beberapa hal mengapa inovasi sering ditolak atau tidak dapat diterima oleh para pelaksana inovasi di lapangan atau di sekolah sebagai berikut.

  • Sekolah atau guru tidak dilibatkan dalam proses perencanaan, penciptaan dan bahkan pelaksanaan inovasi tersebut, sehingga ide baru atau inovasi tersebut dianggap oleh guru atau sekolah bukan miliknya, dan merupakan kepunyaan orang lain yang tidak perlu dilaksanakan, karena tidak sesuai dengan keinginan atau kondisi sekolah mereka.
  • Guru ingin mempertahankan sistem atau metode yang mereka lakukan saat sekarang, karena sistem atau metode tersebut sudah mereka laksanakan bertahun-tahun dan tidak ingin diubah. Di samping itu sistem yang mereka miliki dianggap oleh mereka memberikan rasa aman atau kepuasan serta sudah baik sesuai dengan pikiran mereka.

  • Inovasi baru yang dibuat oleh orang lain terutama dari pusat (khususnya Depdiknas) belum sepenuhnya melihat kebutuhan dan kondisi yang dialami oleh gguru dan siswa.

  • Kekuatan dan kekuasaan pusat yang sangat besar sehingga dapat menekan sekolah atau guru melaksanakan keinginan pusat, yang belum tentu sesuai dengan kemauan mereka dan situasi sekolah mereka.

Faktor-faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Inovasi

Untuk menghindari penolakan seperti yang disebutkan di atas, faktor-faktor utama yang perlu diperhatikan dalam inovasi pendidikan adalah guru, siswa, kurikulum dan fasilitas, dan program/tujuan. Penjelasannya akan dijelaskan berikut ini.

a) Guru

Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di kelas maupun efeknya di luar kelas. Guru harus pandai membawa siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai, diantaranya penguasaan materi yang diajarkan, metode mengajar yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, hubungan antar individu, baik dengan siswa maupun antar sesama guru dan unsur lain yang terlibat dalam proses pendidikan seperti adminstrator, misalnya kepala sekolah dan tata usaha serta masyarakat sekitarnya, pengalaman dan keterampilan guru itu sendiri.
Dengan demikian, maka dalam pembaharuan pendidikan, keterlibatan guru mulai dari perencanaan inovasi pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya memainkan peran yang sangat besar bagi keberhasilan suatu inovasi pendidikan. Tanpa melibatkan mereka, maka sangat mungkin mereka akan menolak inovasi yang diperkenalkan kepada mereka.

b) Siswa

Sebagai obyek utama dalam pendidikan terutama dalam proses belajar mengajar, siswa memegang peran yang sangat dominan. Dalam proses belajar mengajar, siswa dapat menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan intelegensia, daya motorik, pengalaman, kemauan dan komitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa ada paksaan. Hal ini bisa terjadi apabila siswa juga dilibatkan dalam proses inovasi pendidikan,walaupun hanya dengan mengenalkan kepada mereka tujuan dari pada perubahan itu mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan, sehingga apa yang mereka lakukan merupakan tanggung jawab bersama yang harus dilaksanakan dengan konsekwen. Peran siswa dalam inovasi pendidikan tidak kalah pentingnya dengan peran unsur-unsur lainnya, karena siswa bisa sebagai penerima pelajaran, pemberi materi pelajaran pada sesama temannya, petunjuk, dan bahkan sebagai guru.
Oleh karena itu, dalam memperkenalkan inovasi pendidikan sampai dengan penerapannya, siswa perlu diajak atau dilibatkan sehingga mereka tidak saja menerima dan melaksanakan inovasi tersebut, tetapi juga mengurangi resistensi seperti yang diuraikan sebelumnya. 

Komentar

Postingan Populer