Pembelajaran Matematika dalam Implementasi Kurikulum 2013


Model pembelajaran kontruktivistik mencakup aspek-aspek kognisi dan mengangkat
berbagai masalah sehari-hari.
(1)               Setiap anak lahir di bumi, mereka telah memiliki potensi,
(2)              cara berpikir, bertindak, dan persepsi setiap orang dipengaruhi nilai budayanya,
(3)              matematika adalah hasil konstruksi sosial dan sebagai alat penyelesaian masalah kehidupan, dan
(4)              matematika adalah hasil abstraksi pikiran manusia.

Pembelajaran Matematika Yang Diharapkan Dalam Praktek Pembelajaran di Kelas

(1)   Pembelajaran berpusat pada aktivitas siswa,
(2)  siswa diberi kebebasan berpikir memahami masalah, membangun strategi penyelesaian masalah, mengajukan ide-ide secara bebas dan terbuka,
(3)  guru melatih dan membimbing siswa berpikir kritis dan kreatif dalam menyelesaikan masalah,
(4)  upaya guru mengorganisasikan agar siswa bekerjasama dalam kelompok belajar, melatih siswa berkomunikasi menggunakan grafik, diagram, skema, dan
(5)  seluruh hasil kerja selalu dipresentasikan di depan kelas untuk menemukan berbagai konsep, hasil penyelesaian masalah, aturan matematika yang ditemukan melalui proses pembelajaran.

Rancangan model pembelajaran

1.      Apersepsi
a.      Menginformasikan kepada siswa KD dan indikator yang akan dicapai siswa melalui pembelajaran materi yang akan diajarkan.
b.      Kemudian guru menumbuhkan persepsi positif dan motivasi belajar pada diri siswa melalui pemaparan manfaat materi matematika yang dipelajari dalam penyelesaian masalah kehidupan
c.       Meyakinkan siswa, jika siswa terlibat aktif dalam merekonstruksi konsep dan prinsip matematika melalui penyelesaian masalah siswa akan lebih baik menguasai materi yang diajarkan, informasi baru berupa pengetahuan lebih bertahan lama di dalam ingatan siswa, dan pembelajaran lebih bermakna.

2.      Interaksi Sosial di antara Siswa, Guru, dan Masalah
Pada tahap orientasi masalah dan penyelesaian masalah, siswa mencoba memahami masalah dengan berdiskusi secara kelompok. Pembentukan kelompok belajar menerapkan prinsip kooperatif, yakni keheterogenan dengan tujuan agar siswa terlatih bekerjasama, berkomunikasi, menumbuhkan rasa toleransi dalam perbedaan, saling memberi ide dalam penyelesaian masalah, saling membantu dan berbagi informasi.
Peran guru di sini adalah memfasilitasi siswa dengan buku siswa, LAS dan Asesmen Otentik. Selanjutnya guru mengajukan permasalahan matematika yang bersumber dari lingkungan kehidupan siswa. Di samping itu, guru juga menanamkan nilai-nilai matematis (jujur, konsisten, tangguh menghadapi masalah) dan nilai-nilai budaya.
Langkah-langkah dalam tahap ini adalah sebagai berikut.

a.      Guru meminta siswa memahami masalah secara individu dan mendiskusikan hasil pemikirannya dalam kelompok,
b.      dilanjutkan berdialog secara interaktif (berdebat, bertanya, mengajukan ide-ide, berdiskusi) dengan kelompok lain dengan arahan guru.
c.       Antar anggota kelompok saling bertanya-jawab, berdebat, merenungkan hasil pemikiran teman, mencari ide dan jalan keluar penyelesaian masalah.
d.      Setiap kelompok memadu hasil pemikiran dan menuangkannya dalam sebuah LAS yang dirancang guru.
e.      Jika semua anggota kelompok mengalami kesulitan memahami dan menyelesaikan masalah, maka salah seorang dari anggota kelompok bertanya pada guru sebagai panutan.
f.        guru memberi scaffolding, yaitu berupa pemberian petunjuk, memberi kemudahan pengerjaan siswa, contoh analogi, struktur, bantuan jalan keluar sampai saatnya siswa dapat mengambil alih tugas-tugas penyelesaian masalah.

3.      Mempresentasikan dan Mengembangkan Hasil Kerja
Guru meminta salah satu kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas. Guru memberi kesempatan pada kelompok lain memberi tanggapan berupa kritikan disertai alasan-alasan, masukan bandingan pemikiran. Sesekali guru mengajukan pertanyaan menguji pemahaman/penguasaan penyaji dan dapat ditanggapi oleh kelompok lain.
Kriteria untuk memilih hasil diskusi kelompok yang akan dipresentasikan antara lain adalah sebagai berikut.
a.      Jawaban kelompok berbeda dengan jawaban dari kelompok lain,
b.      ada ide penting dalam hasil diskusi kelompok yang perlu mendapat perhatian khusus.
Selama presentasi hasil kerja, guru mendorong terjadinya diskusi kelas dan mendorong siswa mengajukan ide-ide secara terbuka dengan menanamkan nilai soft skill. Dalam penyajiannya, kelompok penyaji akan diuji oleh kelompok lain dan guru tentang penguasaan dan pemahaman mereka atas penyelesaian masalah yang dilakukan. Dengan cara tersebut dimungkinkan tiap-tiap kelompok mendapatkan pemikiran-pemikiran baru dari kelompok lain atau alternatif jawaban yang lain yang berbeda. Sehingga pertimbangan-pertimbangan secara objektif akan muncul di antara siswa.
Tujuan tahapan ini adalah melatih siswa terampil menyajikan hasil kerjanya melalui penyampaian ide-ide di depan umum (teman satu kelas). Keterampilan mengomunikasikan ide-ide tersebut adalah salah satu kompetensi yang dituntut dalam pembelajaran berdasarkan masalah, untuk memampukan siswa berinteraksi/berkolaborasi dengan orang lain.

4.      Temuan Objek Matematika dan Penguatan Skemata Baru
Objek-objek matematika berupa model (contoh konsep) yang diperoleh dari proses dan hasil penyelesaian masalah dijadikan bahan inspirasi dan abstraksi konsep melalui penemuan ciri-ciri konsep oleh siswa dan mengkonstruksi konsep secara ilmiah. Setelah konsep ditemukan, guru melakukan teorema pengontrasan melalui pengajuan contoh dan bukan contoh.
Berdasar konsep yang ditemukan/direkonstruksi, diturunkan beberapa sifat dan aturan-aturan. Kemudian siswa diberi kesempatan mengerjakan soal-soal tantangan untuk menunjukkan kebergunaan konsep dan prinsip matematika yang dimiliki.

5.      Menganalisis dan Mengevaluasi Proses dan Hasil Penyelesaian Masalah
a. Guru membantu siswa atau kelompok mengkaji ulang hasil penyelesaian masalah.
b.      Menguji pemahaman siswa dalam proses penemuan konsep dan prinsip.
c.  Guru melakukan evaluasi materi akademik dengan pemberian kuis atau meminta siswa membuat peta konsep atau memberi tugas di rumah atau membuat peta materi yang dipelajari.
Prinsip reaksi model pembelajaran yang dilandasi teori konstruktivis dan nilai budaya:
1.       Memberi penekanan pembelajaran berpusat pada siswa,
2.      fungsi guru sebagai fasilitator, motivator dan mediator dalam pembelajaran.
3.      Tingkah laku guru dalam menanggapi hasil pemikiran siswa berupa pertanyaan atau kesulitan yang dialami dalam menyelesaikan masalah harus bersifat mengarahkan, membimbing, memotivasi dan membangkitkan semangat belajar,
4.  guru harus memberikan kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan hasil pemikirannya secara bebas dan terbuka, mencermati pemahaman siswa atas objek matematika yang diperoleh dari proses dan hasil penyelesaian masalah, menunjukkan kelemahan atas pemahaman siswa dan memancing mereka menemukan jalan keluar untuk mendapatkan penyelesaian masalah yang sesungguhnya.
Jika ada siswa yang bertanya, sebelum guru memberikan penjelasan/bantuan, guru terlebih dahulu memberi kesempatan pada siswa lainnya memberikan tanggapan dan merangkum hasilnya. Jika keseluruhan siswa mengalami kesulitan, maka guru saatnya memberi penjelasan atau bantuan/memberi petunjuk sampai siswa dapat mengambil alih penyelesaian masalah pada langkah berikutnya. Ketika siswa bekerja menyelesaikan tugas-tugas, guru mengontrol jalannya diskusi dan memberikan motivasi agar siswa tetap berusaha menyelesaikan tugas-tugasnya.

Dampak Instruksional dan Pengiring yang Diharapkan

1. Memampukan siswa merekonstruksi konsep dan prinsip matematika melalui penyelesaian masalah dan terbiasa menyelesaikan masalah nyata dilingkungan siswa.
2.    Menyadarkan siswa akan kebergunaan matematika. Kebergunaan akan menimbulkan motivasi belajar secara internal dari dalam diri siswa dan rasa memiliki terhadap matematika akan muncul sebab matematika yang dipahami adalah hasil rekonstruksi pemikirannya sendiri.
3.   Siswa terbiasa menganalisis secara logis dan kritis memberikan pendapat atas apa saja yang dipelajari menggunakan pengalaman belajar yang dimiliki sebelumnya.
4.   Retensi pengetahuan matematika yang dimiliki siswa dapat bertahan lebih lama sebab siswa terlibat aktif di dalam proses penemuannya.




Komentar

Postingan Populer