Perkembangan Kurikulum di Indonesia
No.
|
Kurikulum
|
Perbedaan
|
|||
Dasar Hukum
|
Ciri
|
Kelebihan
|
Kekurangan
|
||
1.
|
Kurikulum 1947 “Rentjana Pembelajaran 1947”
|
Belum ada
Undang-undang pendidikan yang belaku sebagai landasan operasionalnya.
|
1.
Pembentukan
karakter bangsa Indonesia yang berdaulat dan merdeka sangat ditekankan.
2.
Pelajaran
lebih fokus ke arah pendidikan watak, kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, tidak banyak porsi untuk akademik.
3.
Materi
pelajaran diambil dari kehidupan sehari-hari. Pendidikan jasmani dan
kessenian sangat diperhatikan.
|
1.
Mencerminkan
kesadaran sebagai bangsa yang berdaulat dengan memposisikan pendidikan
sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia.
2.
Kurikulum
1947 mengadopsi sistem pendidikan Indonesia saat masa penjajahan sehingga
memudahkan proses penyusunannya.
|
1.
Masih
terlalu mengacu pada pendidikan di zaman penjajahan sehingga lebih mengarah
pada pola pengajaran penjajah.
2.
Belum
memiliki orientasi ranah kognitif dan psikomotor namun dominan pada ranah
afektif.
3.
Belum
diterapkan di sekolah-sekolah sehingga belum memberikan dampak terlaksananya
pendidikan dan terbentuknya bangsa Indonesia hingga secara resmi dilaksanakan
pada 1950.
|
2.
|
Kurikulum 1952 “Rentjana Pelajaran Terurai 1952”
|
·
UU
No. 4 Tahun 1950
·
UU
No. 12 Tahun 1954
|
1.
Setiap
guru hanya mengajar satu mata pelajaran.
2.
Setiap
rencana pembelajaran harus bekorelasi dengan kehidupan sehari-hari.
|
1.
Kurikulum
1947 sudah mengarah pada sistem pendidikan nasional, walaupun belum merata ke
seluruh wilayah Indonesia, namun sudah menunjukkan cita-cita praktisi
pendidikan akan pentingnya pemerataan pendidikan di Indonesia.
2.
Materi
pelajaran berorientasi pada kehidupan siswa sehari-hari sehingga hasil
pembelajaran dapat diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat.
3.
Setiap
guru mengajar satu mata pelajaran sehingga guru lebih fokus dalam menguasai
bidang pengajarannya.
|
1.
Belum
mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
2.
Materi
pelajaran belum berorientasi pada masa depan karena materi yang diajarkan
berorientasi pada kebutuhan untuk hidup pada saat itu sehingga siswa belum
memiliki visi kebutuhan untuk masa mendatang.
3.
Mengurangi
kreativitas dan inovasi guru dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun
menentukan sumber mata pelajaran karena tiap mata pelajaran sudah terinci
dalam rencana pelajaran terurai.
|
3.
|
Kurikulum 1964 “Rentjana Pendidikan 1964”
|
MPRS No. II Tahun
1960
|
1.
Pemerintah
memiliki keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan
pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana
(Hamalik, Oemar. (2004)) yaitu pengembangan moral, kecerdasan, emosional
kecerdasaan /artistik, keprigelan(keterampilan), dan jasmani.
|
1.
Kurikulum
1964 mengembangkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
2.
Ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor merupakan faktor penting dalam pembentukan
kepribadian manusia.
3.
Kurikulum
ini menganggap bahwa setiap siswa memiliki potensi yang berbeda-beda sehingga
dilakukan upaya untuk mengembangkan potensi siswa untuk tindak lanjut dengan
segala kreativitas dan inovasi
4.
Pendidikan
bersifat praktis seshingga dapat diimplementasikan dalam kehidupan siswa
|
1.
Kurikulum
1964 hanya diterapkan pada SD belum mencakup sekolah menengah dan perguruan
tinggi.
2.
Masih
diwarnai oleh kepentingan-kepentingan tertentu yang cenderung mengakomodir
sistem yang belum sejalan dengan UUD 1945.
3.
Oleh
karen a pendidikan masih diwarnai dengan kepentinga-kepentingan tertentu maka
kurikulum ini dipandang sebagai alat untuk memenuhi kepentingan kelompok
tertentu.
4.
Kurikulum
ini diterapkan saat Indonesia dalam keadaan labil.
|
4.
|
Kurikulum 1968
|
TAP MPRS No.
XXVII/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan.
|
1.
Kurikulum
1968 bertujuan untuk menjadikan pendidikan sebagai pembentuk manusia
Pancasila sejati, kuat, sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama.
2.
Program
Pancawardhana diubah menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan
kecakapan khusus.
3.
Hanya
memuat 9 mata pelajaran pokok. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis dan
tidak dikaitkan dengan permasalahan sehari-hari.
4.
Isi
pendidikan difokuskan pada kegiatan untuk meningkatkan kecerdasan serta
mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
5.
Kurikulum
1968 bersifat correlated subject
curriculum, artinya materi pelajaran pada sekolah tingkat dasar memiliki
korelasi dengan materi pelajaran di sekolah lanjutan.
|
1.
Kurikulum
1968 diterapkan dalam masa otonomi di mana semua komponenkurikulum
dilaksanakan oleh sekolah.
2.
Sistem
pembelajaran di kelas diserahkan kepada guru dengan syarat tujuan
pembelajaran tetap tercapai.
3.
Kurikulum
ini mendorong kreativitas dan jiwa kompetitif antar daerah, sekolah, dan guru
untuk mengembangkan kurikulum.
4.
Kurikulum
ini memberikan peluang bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi.
|
1.
Walaupun
kurikulum ini sudah fokus pada pembelajaran keterampilan, namun masih kurang
memperhatikan pembelajaran praktek.
2.
Kurikulum
ini tidak memiliki korelasi dengan kehidupan sehari-hari sehingga tidak dapat
memenuhi kebutuhan yang nyata dalam kehidupan siswa.
3.
Kurikulum
ini masih dpengaruhi unsur politis.
|
5.
|
Kurikulum 1975
|
MPR No.
II/MPR/1973
|
1.
Kurikulum
ini dilatarbelakangi oleh konsep di bidang manajemen MBO (Management by Objective).
2.
Metode,
materi, dan tujuan pembelajaran dirinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI) yang dikenal dengan istilah “Satuan Pelajaran” yaitu
rencana pelajaran tiap satuan bahasan.
Tiap
satuan pelajaran dirinci menjadi Tujuan Instruksional Umum (TIU), Tujuan
Instruksional Khusus (TIK), materi pelajaran, dan alat pelajaran, kegiatan
belajar-mengajar, dan evaluasi.
|
1.
Berorientasi
pada tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien.
2.
Mengarah
pada pembetukan perilaku siswa.
3.
Relevan
dengan kebutuhan masyarakat.
4.
Menekankan
fleksibilitas yaitu mempertimbangkan faktor-faktor ekosistem dan kemampuan
menyediakan fasilitas penunjang terlaksananya program.
5.
Melatih
kemampua guru dalam menyusun program pembelajaran.
|
1.
Terjadi
ketidakserasian antara materi berbagai bidang studi dengan kemampuan siswa.
2.
Terjadi
kesenjangan antara program kurikulum dan pelaksanaannya di sekolah.
3.
Kurikulum
yang diajarkan terlalu padat hampir di setiap jenjang.
4.
Guru
terlalu sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dalam tiam kegiatan
pembelajaran.
5.
Kurikulum
ini fokus pada pencapaian tujuan pembelajaran sentralistik sehingga kurang
memberi peluang untuk berkembangnya potensi daerah.
6.
Kurikulum
ini berorientasi pada guru sehingga guru lebih mendominasi dalam proses
belajar mengajar. Metode ceramah dan dikte sangat menonjol.
7.
Kreativitas
murid kurang berkembang karena guru berperan sebagai subjek utama dalam
pembelajran di kelas.
|
6.
|
Kurikulum 1984 “Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)”
|
·
TAP
MPR No. IV/MPR/1978
·
TAP
MPR No. II/MPR/1983
·
Keputusan
Mendikbud No. 0461/U/1983
|
1.
Siswa
berperan sebagai subjek dalam proses pembelajaran dengan mengamati,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Model ini disebut Cara
Belajar Siswa Aktif (CBSA).
2.
Berorientasi
pada tujuan instruksional.
3.
Materi
pelajaran dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral, yaitu pendekatan yang
digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan keluasan materi
pelajaran.
4.
Menmberikan
pengertian terlebih dahulu sebelum latihan. Untuk menunjang pemahaman siswa
mengenai konsep yang dipelajari, maka digunakan alat peraga sebagai media.
5.
Materi
disajikan berdasarkan tingkat kesiapan atau kematangan siswa. Pemberian
materi pelajaran berdasarkan tingkat kematangan mental siswa dan penyajian
pada jenjang sekolah dasar harus melalui pendekatan konkret, semikonkret,
semiabstrak, dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari
contoh-contoh ke kesimpulan.
6.
Menggunakan
pendekatan keterampilan proses yang merupakan pendekatan belajar-mengajar
yang memberi tekanan kepada proses pembentukan keterampilan dalam l8memperoleh
pengetahuan dan mengomunikasikan perolehannya.
|
1. Kurikulum ini memuat materi dan secara rinci sehingga
guru dan siswa mudah untuk melaksanakannya.
2. Inisiatif siswa dalam kegiatan belajar dapat ditunjukkan
melalui keberanian memberikan pendapat.
3. Kualitas interaksi antarsiswa sangat tinggi, baik
intelektual maupun sosial.
4. Melatih keterampilan berdiskusi dengan
berpartisipasi secara aktif.
|
1.
Banyak sekolah yang
kurang mampu menafsirkan CBSA. Guru tidak lagi menggunakan metode ceramah.
2.
Ada ketergantungan
pada guru dan siswa dengan materi dalam suatu buku teks dan metode yang
disebut secara rinci sehingga mengurangi kreativitas guru dan siswa untuk
menentukan metode yang tepat.
3.
Proses belajar
akan didominasi oleh beberapa siswa aktif. Siswa yang pandai akan bertambah
pandai sedangkan yang kurang pandai akan tertinggal.
4.
Peranan guru
yang lebih banyak sebagai fasilitator, sehingga prakarsa serta tanggung jawab
siswa dalam kegiatan belajar sangat kurang.
5.
Kurangnya
alokasi waktu.
6.
Guru kurang
komunikatif dengan siswa.
|
7.
|
Kurikulum 1994
|
UU No. 2 Tahun 19
89 tentang Sistem Pendidikan Nasional
|
1.
Pembagian
tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan,
2.
Pembelajaran
di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi
kepada materi pelajaran/isi).
3.
Kurikulum
1994 bersifat populis, yaitu memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua
siswa di Indonesia.
4.
Kurikulum
ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah dapat mengembangkan pengajaran
sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar
(muatan lokal).
|
1. Kurikulum ini berstandar nasional namun juga
memberikan ruang untuk pengembangan potensi wilayah.
2. Mampu mengadopsi aspirasi berbagai pihak yang
berhubungan dengan isu-isu yang berkembang di masyarakat.
3. Dalam proses pembelajaran guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan masing-masing dengan
beberapa alternatif.
4.
Terdapat keserasian
antara teori dan praktek sehingga dapat mengembangkan ketiga ranah yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotor.
|
1.
Beban
belajar siswa dinilai terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran serta
materi/substansi tiap mata pelajaran.
2.
Berbagai
kelompok masyarakat mendesak agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum
sehingga Kurikulum 1994 menjadi kurikulum yang padat.
3.
Materi
pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat
perkembangan berpikir siswa dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan
aplikasi kehidupan sehari-hari.
|
8.
|
Kurikulum 2004 “Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)”
|
·
TAP
MPR/GBHN Tahun 1999-2004
·
UU
No. 20 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
·
UU
Sisdiknas No. 2 tahun 1989 kemudian diganti dengan UU No. 20 Tahun 2003
·
PP
No. 25 Tahun 2000 tentang Pembagian Kewenangan]
|
1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik
secara individual maupun klasikal.
2. Berorientasi pada hasil belajar (learning
outcomes) dan keberagaman.
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan
pendekatan dan metode yang bervariasi.
4. Sumber belajar bukan hanya guru tetapi juga sumber
belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
5.
Penilaian
menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian
suatu kompetensi.
|
1.
Kurikulum ini
menitik beratkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas
tertentu sesuai dengan standard performance yang telah ditetapkan
sebagai upaya unntuk mempersiapkan kemampuan individu.
2.
Sejalan
dengan visi pendidikan yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan
masa datang.
3.
Mengembangkan
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik /siswa (student oriented).
Peserta didik dapat bergerak aktif secara fisik ketika belajar dengan
memanfaatkan indra seoptimal.
4.
Guru
diberikan wewenang untuk menyusun silabus yang disesuaikan dengan situasi dan
kondisi di sekolah/daerah masing-masing sesuai mata pelajaran yang diajarkan.
|
1.
Dalam kurikulum
dan hasil belajar indikator sudah disusun, padahal indikator sebaiknya
disusun oleh guru, karena guru yang paling mengetahui tentang kondisi peserta
didik dan lingkungan.
2.
Konsep KBK
sering mengalami perubahan termasuk pada urutan standar kompetensi dan
kompetensi dasar sehingga menyulitkan guru untuk merancang pembelajaran
secara berkelanjutan.
3.
Paradigma guru
dalam pembelajaran KBK masih seperti kurikulum-kurikulum sebelumnya yang
lebih pada teacher oriented.
|
9.
|
Kurikulum 2006 “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP)”
|
Permendiknas No.
24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL.
|
1.
Guru
lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan
lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada.
2.
Pemerintah
pusat menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar, sedangkan guru
dituntut untuk mampu mengembangkan dalam bentuk silabus dan penilaiannya
sesuai dengan kondisi sekolah dan daerahnya.
3.
Hasil
pengembangan dari semua mata pelajaran dihimpun menjadi sebuah perangkat yang
dinamakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
4.
Penyusunan
KTSP menjadi tanggung jawab sekolah dibawah binaan dan pemantauan dinas
pendidikan daerah dan wilayah setempat.
|
1.
Kurikulum ini secara
teori memberikan otonomi secara luas pada sekolah untuk mengembangkan
kreativitas dan inovasinya dalam meningkatkan kualitas pendidikan sesuai
dengan potensi di daerahnya sehingga mampu menjadi agen bagi pembangunan
masyarakat yang mengakar pada potensi lokal.
2.
Kurikulum
ini memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengembangkan dirinya di
luar sekolah karena terdapat pengurangan kepadatan jam pelajaran.
|
1.
Kurangnya SDM
yang mampu menjabarkan KTSP pada satuan pendidikan yang ada.
2.
Kurangnya
ketersediaan sarana dan prasarana pendukung dalam pelaksanaan KTSP.
3.
Masih banyak
guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik konsepnya, penyusunannya
maupun prakteknya di lapangan.
4.
Penerapan KTSP
yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurangnya
pendapatan guru.
|
10.
|
Kurikulum 2013
|
·
UU
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
·
Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005
·
Permendikbud No. 54
Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan
·
Permendikbud
No. 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan
·
Permendikbud
No. 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SD/MI
|
1.
Kurikulum 2013 mencakup sejumlah kompetensi dan
seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga
pencapaiannya dapat diamati dalam bentuk perilaku atau keterampilan peserta
didik sebagai suatu kriteria keberhasilan.
2.
Kegiatan pembelajaran perlu diarahkan untuk membantu
peserta didik menguasai sekurang-kurangnya tingkat kompetensi minimal, agar
mereka dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dan setiap peserta
didik harus diberi kesempatan untuk mencapai tujuan sesuai dengan kemampuan
dan kecepatan belajar masing-masing.
3.
Kurikulum 2013 terutama berorientasi pada perubahan
proses pembelajaran (yang semula dari siswa diberitahu menjadi siswa mencari
tahu) dan proses penilaian (dari berfokus pada pengetahuan melalui penilaian
output menjadi berbasis kemampuan melalui penilaian proses dan output.
4.
Tema utama kurikulum 2013 adalah menghasilkan insan
Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, afektif melalui pengamatan sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi.
|
1.
Siswa lebih dituntut untuk aktif, kreatif dan inovatif
dalam setiap pemecahan masalah yang mereka hadapi di sekolah.
2.
Adanya penilaian dari semua aspek.
3.
Munculnya pendidikan karakter dan pendidikan budi
pekerti yang telah diintegrasikan ke dalam semua program studi.
4.
Adanya kompetensi yang sesuai dengan tuntunan fungsi
dan tujuan pendidikan nasional.
|
1.
Guru banyak salah kaprah, karena guru beranggapan bahwa
kurikulum 2013 guru tidak perlu menjelaskan materi kepada siswa di kelas,
padahal banyak mata pelajaran yang harus tetap ada penjelasan dari guru.
2.
Kurangnya keterampilan guru dalam merancang RPP.
3.
Guru tidak banyak menguasai penilaian autentik.
|
Komentar
Posting Komentar